-->

Inilah Reaksi Warga Soal Biaya Top Up Uang Elektronik

Jakarta, Berita Terangkum Indonesia -- Sejumlah pengguna uang elektronik (e-money) keberatan dengan rencana Bank Indonesia (BI) untuk memungut biaya dalam layanan pengisian ulang (top up) saldo.

Inilah Reaksi Warga Soal Biaya Top Up Uang Elektronik
 Bank BUMN menyatakan bakal menggratiskan biaya layanan isi ulang (top up) uang elektronik hingga aturan dari Bank Indonesia diterbitkan. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)


Tri (24), pegawai swasta, mengaku akan mengurangi top up yang biasanya dilakukan lebih dari satu kali setiap bulannya menjadi hanya sekali. Hal ini dilakukan untuk menghindari pungutan biaya tersebut jika benar ada.

"Mungkin saya akan langsung top up sekali langsung banyak saja, misalnya langsung untuk satu bulan. Biasanya saya dua kali karena untuk tol juga," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/9).

Biasanya, Tri selalu menggunakan e-money untuk menaiki jasa transportasi umum, seperti kereta rel listrik (KRL) dan membayar tol. Ia menyebut, keputusannya menggunakan e-money sejak lama karena transaksi yang dilakukan menjadi simpel.


"Naik KRL kalau tidak pakai e-money harus pakai kartu yang harian dan itu bikin malas antrenya karena harus tukar kartu lagi nantinya," kata Tri.

Ia berpendapat, uang elektronik hanya merupakan alat pengganti uang tunai. Dengan kata lain, dana yang sebelumnya ditempatkan di tabungan, hanya dipindah tempat ke uang elektronik. Sehingga, tidak perlu ada biaya tambahan karena setiap bulannya perbankan telah menarik dana administrasi dari masing-masing rekening.

"Jadi masa dipindah ke e-money masih harus kena biaya juga? Apalagi filosofi e-moneyuntuk mengurangi transaksi tunai," jelas Tri.

Setali tiga uang, Icha (23) juga akan meminimalisir kegiatan isi ulang setiap bulannya jika terdapat biaya. Saat ini, ia mengaku, kegiatan isi ulang bisa dilakukan lebih dari dua kali tiap bulannya. Pasalnya, Icha hanya akan isi ulang dengan melihat kebutuhan jangka pendek.

"Biasanya top up pas-pasan, buat parkir misalnya. Nanti kalau ada biaya tambahan isinya sekali saja, kan lumayan 10 kali top up bisa kepotong Rp25 ribu (Jika beban biaya Rp2.500)," papar Icha.

Icha sendiri menyayangkan rencana bank sentral ini. Masalahnya, dana yang nantinya dibebankan untuk pengisian ulang tersebut bisa jadi hampir setara dengan tarif transportasi umum, seperti TransJakarta.

"Misalnya ada orang yang pas-pasan, kasian kalau harus dipotong misalnya Rp2.500. Lumayan Rp1.000 lagi bisa naik TransJakarta atau KRL," tandas Icha.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga telah mengkritik rencana kebijakan BI yang akan biaya isi ulang. Hal ini jelas bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membiasakan masyarakat dengan transaksi non tunai (cashless society).


"Kondisi cashless society sejalan dengan fenomena ekonomi digital. Namun, menjadi kontra produktif, jika BI justru mengeluarkan peraturan bahwa konsumen dikenakan biaya isi ulang pada setiap uang elektroniknya," ucap Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.

Selain itu, perbankan juga akan diuntungkan karena mendapatkan uang muka sebelum nasabah melakukan transaksi atau pembelian. Sehingga, ia berpendapat, pengenaan biaya dapat diberlakukan jika konsumen menggunakan bank yang berbeda dengan uang elektronik yang digunakan.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, peraturan anggota dewan gubernur terkait pungutan biaya isi ulang akan dirilis pada akhir bulan ini. Namun, pihaknya belum menentukan berapa besaran dana yang akan diberlakukan.
(gir)


Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170919115828-78-242662/reaksi-warga-soal-biaya-top-up-uang-elektronik/
iklan

Tambahkan komentar anda untuk:

Inilah Reaksi Warga Soal Biaya Top Up Uang Elektronik